Pagi itu, di sebuah sudut kecil Kabupaten Kolaka, matahari baru saja naik. Haerulla berdiri menatap jalanan yang dipenuhi kantong plastik, sisa bungkus makanan, dan botol minuman yang berserakan di tepi selokan.
Bau sampah yang menyengat bercampur dengan aroma garam laut dari kejauhan. Pemandangan itu bukan hal baru baginya, tapi kali itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengusik nuraninya.
“Kalau terus begini, bagaimana nasib laut kita nanti?” pikirnya lirih.
Keresahan itu bukan muncul semalam. Sejak lama Haerulla memperhatikan bagaimana masyarakat di sekitarnya membuang sampah tanpa pikir panjang.
Setiap hari, truk pengangkut sampah datang dengan muatan penuh. Tapi esok paginya, gunungan baru sudah kembali terbentuk. Siklus itu berulang tanpa akhir, seperti cerita lama yang tak kunjung berakhir.
Keresahan Berbuah Ide
Berdasarkan data yang Haerulla temukan, di Kecamatan Pomalaa penumpukan sampah bisa mencapai 14 ton setiap hari. Lebih parah lagi, daerah itu bahkan tidak memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang layak.
Satu-satunya tempat penampungan hanyalah milik PT Aneka Tambang (ANTAM).
“Kalau dibiarkan, ini bukan cuma masalah atau pemandangan. Sampah bisa berdampak langsung pada kesehatan lingkungan, terutama di pesisir dan laut.” ujar Haerulla dalam sebuah wawancara.
Ia tahu benar betapa bahayanya plastik bagi laut. Dari hasil penelitian yang ia baca, plastik adalah penyumbang utama rusaknya ekosistem laut. Hewan-hewan kecil di laut menelan potongan plastik mikro, rantai makanan terganggu, dan akhirnya berujung pada manusia.
Kegelisahan itu berubah jadi tekad. Haerulla tak ingin terus hanya mengeluh. Ia ingin menciptakan solusi yang nyata.
Lahirnya Nampah, Nabung Sampah Jadi Gerakan Nyata

Ide dari keresahan itu kemudian berkembang. Haerulla kemudian mengajak Faizal, temannya yang kala itu juga masih berstatus mahasiswa sepertinya untuk mencari solusi dalam menangani sampah.
Ilmu yang didapatkan oleh Faizal yang kuliah di jurusan komputer dikolaborasikan dengan konsep pengelolaan sampah yang dicetuskan oleh Haerulla akhirnya berujung pada sebuah inovasi berwujud aplikasi untuk pengelolaan sampah.
Maka dari ide sederhana dan kolaborasi itu lahirlah Aplikasi Nampah (Nabung Sampah). Nama yang terdengar biasa, tapi mengandung visi besar yakni menjadikan sampah sebagai tabungan, bukan beban.
Konsepnya sederhana. Melalui aplikasi digital yang dikembangkan Haerulla dan timnya sejak 2010 ini, masyarakat bisa memilah sampah dari rumah, lalu meminta penjemputan melalui aplikasi Nampah dan menukarkan menjadi saldo uang digital sesuai dengan jenis sampah.
Setiap jenis sampah memiliki nilai ekonomis yang berbeda. Plastik seharga Rp1.000/kg, minyak jelantah Rp2.500/kg, alumunium Rp6.500/kg dan styrofoam Rp 8.000/kg.
Setelah dijemput dan ditimbang, nilai sampah itu otomatis masuk ke saldo aplikasi. Nasabah bisa mencairkannya kapan saja.
Sangat menarik, bukan? Daripada membiarkan sampah terbuang sia-sia, lebih baik ubah menjadi pundi-pundi rupiah. Meski nominalnya kecil, tetapi toh keuntungan yang didapat bukan semata-mata uang.
NAMPAH, Lebih dari Sekadar Aplikasi

Bagi Haerulla, Nampah bukan hanya tentang transaksi. Lebih dari itu, Nampah adalah gerakan sosial. Ia Ingin menanamkan kembali nilai kepedulian lingkungan lewat cara yang menyenangkan dan mudah diterapkan masyarakat.
Hingga kini, aplikasi Nampah telah diunduh lebih dari 2.100 kali, dengan 415 nasabah aktif, 5 mitra kerja dan telah mencatat lebih dari 1.400 transaksi.
Tak berhenti di sana, Nampah juga mengusung misi besar memperkenalkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Sampah yang terkumpul tidak hanya dijual, melainkan juga didaur ulang menjadi barang berguna dan bernilai ekonomis, seperti beanbag dari limbah plastik.
Bahkan, melalui program Sedekah Sampah, Nampah menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah di Kolaka. Anak-anak diajak untuk membawa sampah terpilah dari rumah dan menukarnya dengan tabungan. Dengan begitu, kesadaran mengelola sampah tertanam sejak dini.
Dari Rumah ke Komunitas, Dari Komunitas ke Negeri
Langkah kecil yang dimulai Haerulla kini tumbuh menjadi gerakan yang meluas. Perusahaan besar pun ikut tergerak.
Pada tahun 2023, PT ANTAM Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Kolaka menggandeng Nampah melalui program Momahe (MengelOla saMpah agar bernilAi Ekonomi).
Program ini dilakukan di Kelurahan Pomalaa dengan melibatkan Kelompok Sadar Lingkungan (Pokdarling) yang beranggotakan ibu-ibu PKK dan anggota Persatuan Wanita Aneka Tambang (PWAT).
Mereka dilatih mengelola sampah agar memiliki nilai jual, sambil menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Dari kolaborasi sederhana itu, tumbuh keyakinan baru. Siapa sangka, perubahan besar bisa lahir dari tangan-tangan kecil yang mau peduli.
Upaya Haerulla tak berhenti di tingkat lokal. Di skala nasional, dedikasinya melalui Nampah mendapatkan penghargaan Astra SATU Indonesia Award 2024 untuk kategori Program Teknologi Terbaik.
Penghargaan tersebut bukan sekadar simbol, tapi bentuk pengakuan bahwa ide yang lahir dari keresahan mampu membawa perubahan nyata. Di balik layar, Haerulla tetap rendah hati. Baginya, penghargaan itu hanyalah pengingat bahwa perjuangan belum selesai.
“Yang terpenting bukan seberapa besar aplikasi ini berkembang tapi seberapa besar dampak yang bisa kita tinggalkan untuk bumi.”
Penghargaan SATU Indonesia Awards dari ASTRA diberikan kepada individu atau kelompok muda yang berdedikasi membawa perubahan positif bagi masyarakat di berbagai bidang seperti lingkungan, pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan teknologi.
Nampah (Nabung Sampah), inisiatif yang didirikan oleh Haerulla, meraih penghargaan ini berkat komitmennya dalam mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah.
Melalui sistem menabung dengan sampah, Nampah tidak hanya membantu menjaga lingkungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat agar lebih mandiri secara ekonomi.
Penghargaan ini menjadi bentuk apresiasi atas upaya nyata Haerulla dan tim dalam menciptakan solusi berkelanjutan untuk masalah sampah di Indonesia.
Menabung Sampah, Menabung Masa Depan
Haerulla telah membuktikan bahwa inovasi besar bisa lahir dari kegelisahan sederhana. Melihat terlalu banyak sampah yang berakhir di jalanan bahkan mencemari laut.
Maka dari keresahan itu lahirlah Nampah, aplikasi yang mengubah sampah menjadi tabungan, dan kebiasaan buang menjadi budaya simpan.
Di tangan Haerulla, botol plastik bukan lagi sekadar limbah tak berarti. Ia berubah menjadi saldo, menjadi peluang, bahkan menjadi rasa bangga.
Melalui Nampah, masyarakat diajak bukan sekadar membuang dengan benar, tetapi mengelola dengan sadar. Perlahan, jalanan jadi lebih bersih, kantong warga jadi lebih terisi, dan yang paling penting, kesadaran lingkungan tumbuh tanpa harus digurui.
Haerulla mengajarkan satu hal penting bahwa perubahan besar tidak selalu dimulai dengan modal besar.
Kadang, perubahan dimulai dari satu kantong sampah yang tidak lagi dianggap hina. Dan jika satu anak muda bisa mengubah cara kita memandang sampah, mungkin sudah saatnya kita bertanya pada diri sendiri, kapan ikut menabung masa depan?
Referensi :
nampah.com | @nampah_official