Bagaimana sih kiat membangun keluarga harmonis? Kita bahas di Jurnal Bunda kali ini yuk!
Baru bulan April kemarin pernikahan saya dan suami menginjak tahun kelima. Usia pernikahan yang masih terbilang muda namun bersyukur kami bisa bertahan hingga saat ini dan in syaa Allaah until jannah.
Mempertahankan ikatan pernikahan di tahun pertama sendiri sejatinya tidaklah mudah. Lima tahun setelah ijab kabul merupakan masa terberat dalam hubungan suami istri karena banyak sekali tantangan yang bakal dihadapi. Mulai dari masalah adaptasi, keuangan keluarga, pola asuh hingga urusan ranjang.
Tidak heran jika ada banyak kasus perceraian yang terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya baru seumur jagung. Konon, pasangan suami istri yang berhasil melewati lima tahun pertamalah yang pernikahannya akan langgeng.
Tidak semuanya memang karena realitanya tidak sedikit pula pasangan yang memutuskan berpisah setelah melewati masa kritis pernikahan. Yah, namanya ujian dalam rumah tangga akan selalu ada.
Namun setidaknya kalau kita mampu melewati masa kritis tersebut, berbagai ujian rumah tangga setelahnya juga pasti bisa kita hadapi.
Ibaratnya kalau ujian paling sulit saja berhasil kita taklukkan, maka ujian yang muncul setelah lima tahun pertama seharusnya bukan lagi menjadi tantangan yang berat.
Well, dalam mempertahankan ikatan mitsaqan ghalizan ini saya sendiri banyak berkaca dan belajar dari kedua orang tua saya yang telah lebih dari 30 tahun membina rumah tangga.
Seperti halnya rumah tangga orang lain, rumah tangga yang mereka bangun pun tidak lepas dari berbagai kerikil dan bebatuan ujian.
Sekalipun di mata orang-orang rumah tangga mereka selalu tampak harmonis namun bukan berarti pernikahan orang tua saya bebas dari konflik.
Papa dan mama juga kerap kok berselisih bahkan bertengkar namun tidak pernah membiarkan konflik dalam rumah tangga mereka terjadi sampai berlarut-larut.
Nah, selama belasan tahun tinggal bersama mereka ada banyaklah nilai-nilai yang mereka tanamkan dan melekat kuat pada diri saya. Nilai-nilai yang mereka ajarkan itu pula yang saya pegang dan terapkan dalam menjalani kehidupan termasuk untuk membangun keluarga harmonis.
Kiat Membangun Keluarga Harmonis
Keluarga harmonis adalah keluarga yang damai, tentram, penuh cinta dan kasih sayang. Dalam islam kita mengenalnya dengan istilah sakinah, mawaddah wa rahmah.
Ya, siapa yang tidak mendamba memiliki keluarga yang di dalamnya terdapat kedamaian dan cinta kasih. Apalagi keluarga memiliki arti yang sangat penting.
Keluarga adalah harta paling berharga, rumah tempat kita bertumbuh, tempat kita pulang. Bahkan bagi sebagian besar orang, keluarga adalah segala-galanya.
Begitu bermaknanya sebuah keluarga sehingga di Indonesia sendiri ada peringatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh setiap tanggal 29 Juni.
Nah, dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional khusus di Jurnal Bunda kali ini saya ingin sharing mengenai kiat membangun keluarga harmonis.
Adapun tips yang saya bagikan berikut ini berasal dari nilai-nilai keluarga yang diajarkan oleh kedua orang tua saya.
Ikhlas
Pekerjaan apapun kalau dilakukan dengan terpaksa pasti berat. Coba kalau ikhlas, pasti ringan
Itu salah satu ucapan yang sering dilontarkan mama setiap kali mendapati anak-anaknya ngambek ketika melakukan pekerjaan rumah. Jujurly, waktu kecil saya bukan anak yang begitu penurut. Suka merasa keberatan ketika disuruh membantu orang tua.
Kalau sudah begitu, mama akan menasihati. Coba kerjakan dengan ikhlas, pasti ringan. Awalnya nasihat tersebut saya abaikan, seringnya melakukan semua pekerjaan rumah dengan terpaksa.
Namun suatu kali saya mencoba menerapkan apa yang mama sering nasihati. Tugas rumah yang sebelumnya sering saya keluhkan berat itu ternyata ringan banget kalau dikerjakan dengan ikhlas.
Belakangan setelah saya pahami, keikhlasan ini memang penting banget diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya perbuatan baik apa pun yang kita kerjakan hanya akan bernilai ibadah jika diawali dengan niat yang ikhlas.
Dalam Islam, ikhlas itu bukan semata-mata tentang kerelaan, lebih dari itu, ikhlas berarti kita mengerjakan sesuatu karena Allah. Ketika kita ikhlas maka tujuan kita adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Nah, pernikahan itu sendiri hakikatnya adalah ibadah. Bahkan menurut ustadz Khalid Basalamah, pernikahan adalah ibadah terlama. Karena merupakan ibadah maka pernikahan harus dilakukan dengan ikhlas. Niat utamanya harus karena Allah.
Jangan menikah karena alasan cinta semata. Jangan menikah hanya karena semua orang di dekat kita sudah menikah. Jangan menikah karena terpaksa mengikuti keinginan keluarga.
Jika ingin menikah, niat yang harus kita benahi dulu. Pastikan sebelum menyempurnakan separuh agama niat kita sudah benar, sudah lurus. Ikhlas, lillaahi ta’ala, karena itulah salah satu kunci kesuksesan dalam menjalani kehidupan pernikahan.
Jangan bayangkan kehidupan dalam pernikahan itu yang indah-indah saja. Aslinya, membangun mahligai rumah tangga itu sungguh berat. Baik saat masih berdua dengan pasangan, lebih-lebih setelah memiliki anak.
Kalau dari awal niatnya keliru, nggak ikhlas, kita nggak bakal tahan dengan sulitnya ujian tersebut. Coba kalau ikhlas, in syaa Allah seberat apapun badai ujian yang menimpa rumah tangga kita pasti bisa kita hadapi. Karena apa? Karena kita sudah punya pondasi yang kuat. So, jangan sepelekan masalah niat.
Bersyukur
Syukuri apa yang kamu miliki, Nak. Di luar sana masih banyak orang yang hidupnya lebih susah daripada kita
Nasihat orang tua saya di atas juga membekas kuat dalam ingatan dan terbawa hingga sekarang. Nasihat yang terdengar sederhana namun memiliki makna yang dalam. Betapa dengan bersyukur membuat kita bisa lebih strong menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan berumah tangga.
Saya masih ingat sekali, dulu saya kerap iri dengan teman-teman saya yang sepertinya mudah banget mendapatkan apapun yang mereka mau. Sementara saya?
Ngambek sampai mewek minta dibelikan yang saya inginkan pun nggak bakal dipenuhi. Bukan karena orang tua saya nggak mampu atau pelit tapi mereka memang lebih mengutamakan kebutuhan.
Contohnya saja, saya pengen tas atau sepatu baru sementara saya masih memiliki kedua benda tersebut dengan kondisi yang bagus ya nggak bakal dibeliin.
Atau pernah juga saya merajuk pengen ganti hape, karena rata-rata teman saya pada pake hape canggih yang layarnya berwarna dan sudah dilengkapi pula dengan fitur kamera dan musik MP3ya sementara saya masih pake hp jadul berlayar kuning.
Bisa ditebak apa respon orang tua saya? Alih-alih mengabulkan permintaan anaknya, hanya kalimat di atas yang keluar dari mulut mereka. Syukuri apa yang kamu miliki, Nak!
Nasihat sederhana yang belakangan baru saya sadari betapa masih beruntungnya hidup saya. Lahir dari keluarga yang tidak kaya tapi setidaknya orang tua saya masih mampu menyekolahkan semua anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Setidaknya pula selama hidup bersama mereka saya tidak pernah mengalami kesulitan sampai harus ikut bekerja mencari uang. Walau apa yang saya inginkan tidak bisa saya dapatkan tapi setidaknya selama tinggal bersama mereka saya tidak pernah merasakan hidup kekurangan.
Tidak dimungkiri, setelah hidup berumah tangga pun kerap ada hal-hal yang bikin saya iri dengan kehidupan pasangan lain. Mulai dari finansialnya, kemesraannya dan bla bla yang ditampakkan di media sosial.
Benar-benar insecure deh, tapi dengan menggenggam nilai keluarga yang satu ini rasa iri tersebut selalu berhasil saya tepis.
Pada akhirnya saya menyadari bahwa setiap keluarga punya rejeki dan ujiannya masing-masing. Jadi untuk apa iri bahkan dengki dengan kehidupan rumah tangga orang lain?
Toh, dibalik kebahagiaan yang diperlihatkan di media sosial kita tidak pernah tahu ujian berat apa saja yang pernah mereka lalui.
Cukup fokus pada keluarga sendiri. Tidak perlu membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain karena setiap keluarga punya kisah kehidupannya sendiri.
Syukuri apa saja yang kita miliki karena dengan bersyukur akan membuat hati lapang dan bahagia. Bayangkan, suami yang bersyukur, istri yang bersyukur, anak-anak yang bersyukur. Dengan rasa syukur itu tentu akan menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga
Qana’ah
“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya. (HR: Muslim).
Nilai keluarga yang satu ini masih berkaitan dengan poin bersyukur di atas. Ditanamkam oleh orang tua saya bukan melalui ucapan melainkan perbuatan. Tercemin dari kehidupan mereka yang sederhana.
Ya, dari kehidupan mereka saya belajar untuk selalu merasa cukup dan puas dengan rejeki yang Allah berikan. Dengan menerapkan sifat qana’ah ini pula sehingga ketika berumah tangga saya tidak suka menuntut suami untuk membelikan saya barang macem-macem.
Sendal pun cuma punya satu. Baru diganti lagi kalau sendal yang satu itu rusak. Bahkan selama 5 tahun menikah jarang sekali saya minta dibelikan baju karena waktu masih lajang saya sudah sering khilaf beli baju, itu pun masih ada yang belum kepake.
Jadilah setelah menikah saya merasa nggak butuh buat beli baju baru. Jilbab pun demikian. Untung pula setelah menikah saya mengenal gaya hidup minimalis langsung tertarik.
Walau belum sepenuhnya menerapkan gaya hidup yang diperkenalkan oleh Maria Kondo tapi setidaknya mengubah pola pikir saya dalam mengonsumsi suatu barang.
Nah, suami saya ternyata juga tipe orang yang nggak suka koleksi barang. Dia cukup setia dengan barang yang dia punya. Boro-boro mau nambah, ganti ke yang baru saja dia ogah selama barangnya itu masih bagus dan berfungsi.
Contohnya saja seperti smartphone. Tahu sendiri kan yang namanya teknologi selalu update. Semakin ke sini semakin canggihlah smartphone yang ada. Dengan uang yang dia punya seharusnya dia bisa beli hp baru yang lebih oke dari hp yang digunakan sekarang.
Tapi dengan alasan hp yang dibelinya dari tahun 2018 itu belum rusak dia ogah berpindah ke lain hati. Oh ya dalam urusan merawat barang juga dia lebih jago daripada istrinya so that nggak heran barang-barangnya banyak yang awet.
Nah, kembali lagi soal qona’ah ini penting banget diterapkan dalam keluarga. At least, dengan memiliki rasa cukup dan puas dengan rejeki yang Allah kasih menghindarkan kita dari ketamakan.
Ya, jangan sampai keluarga kita hancur gara-gara nggak qona’ah. Sudah dikasih rejeki istri cantik dan anak-anak yang lucu nan menggemaskan eh malah cari selingkuhan lain.
Kan belakangan ini banyak ya kasus rumah tangga hancur gara-gara nggak qona’ah dengan pasangannya. Sampai-sampai demi seorang selingkuhan yang baru dikenalnya ia sampai mengorbankan keluarga, jabatan dan hartanya. Bahkan nyawa pun ia pertaruhkan. Sungguh kasus yang membengongkan.
So far, mau ciptakan keluarga yang harmonis. Yuk qana’ah! Tidak perlu hidup berlebih-lebihan toh, semua yang kita miliki di dunia ini, mau itu pangkat, harta, keluarga, gelar dan lain sebagainya tidak ada yang kita bawa mati. Belajarlah dari Kisah Eril yang pulang hanya membawa bekal berupa amal kebaikan.
Tentu seharusnya lebih banyak bekal yang bisa kita kumpulkan setelah hidup berkeluarga karena itu tadi pernikahan hakikatnya adalah ibadah terlama. Kita mengurus suami, mengurus anak-anak itu juga ibadah.
Lebih mudah lagi bagi perempuan untuk meraih surga dalam pernikahan. Jika surga seorang anak itu terletak di telapak kaki ibunya maka surga seorang istri ada pada keridhaan suaminya.
Bahkan ada hadis Rasul yang menyatakan bahwa seorang istri bisa masuk surga dari pintu manapun yang ia mau hanya dengan tiga syarat dimana salah satunya adalah menjaga kehormatan dan mentaati suaminya.
Well postingan ini juga jadi reminder buat saya pribadi yang belum sepenuhnya menjadi istri shalihah dan ibu yang baik. Saya sadar masih perlu banyak belajar memperbaiki diri untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depannya.
Penutup
Demikian ulasan mengenai kiat keluarga harmonis berdasarkan nilai-nilai keluarga yang ditanamkan oleh keluarga saya.
Sekali lagi, membangun keluarga yang harmonis atau sakinah mawaddah wa rahmah memang tidak mudah. Banyak tantangan yang harus kita hadapi untuk mewujudkannya.
Namun ketika kita ikhlas menjalani peran dalam rumah tangga, baik sebagai seorang suami/istri maupun peran sebagai seorang istri, pun senantiasa bersyukur dan memelihara sifat qona’ah maka insya Allaah keharmonisan itu bisa kita raih.
Selain kiat membangun keluarga harmonis yang saya sebutkan di atas, mungkin Bunda punya tips lain boleh dong bagikan di kolom komentar.
Sekian jurnal bunda kali ini, semoga mencerahkan 🙂